A. Pembuangan Dan Penimbunan Limbah
Limbahpembangkit listrik dapat berupa abu batubara dan juga limbah penggerusan atau mill reject.
1. Penimbunan Abu
Dampak pembuangan dan penimbunan abu batubara mirip dengan dampak penumpukan batubara yakni bersifat lokal dan berupa partikulat yang mencemari udara dan air lindihan oleh air hujan terhadap tumpukan abu yang dapat mencemari air tanah. Tapi karakteristik partikulat maupun air lindihan abu berbeda dengan yang dihasilkan oleh kegiatan penumpukan batubara.
Pada debu batubara polutannya berupa partikel batubara yang kaya akan karbon, sedangkan partikulat (abu) umumnya mengandung kadar silikon (SiO2) tinggi. Oleh karena itu, dampak kesehatan akibat menghirup partikulat selain gangguan pernapasan juga silikosis. Disamping itu, abu batubara mengandung kadar logam-logam berat yang lebih tinggi dibanding pada batubara asalnya karena terjadinya konsentrasi akibat pembakaran batubara. Logam-logam berat tersebut dapat terlindih (leaching) oleh air hujan dan kemudian meresap ke dalam tanah dan mencemari air tanah.
Untuk mengurangi dampak tersebut karakteristik abu batubara harus sering dipantau. Kemudian dengan menyalirkan resapan air hujan yang melewati atau melindih tumpukan abu ke dalam kolam penampungan dan menjernihkan air sebelum dibuang atau meresap ke dalam tanah. Yang paling aman adalah dengan memanfaatkan abu batubara menjadi produk lain, misalnya untuk bahan baku semen, bahan bangunan, bahan pengisi jalan dll.
2. Penimbunan Limbah Penggerusan
Limbah penggerusan (mill reject) biasanya dikenal dengan nama ”pirit” (bukan mineral pirit FeS2) adalah material yang tidak cocok untuk karakteristik mill sehingga tidal bisa tergerus. Material ini masih berukuran kasar dan umumnya sangat keras (nilai ketergerusan/HGI rendah) dan langsung keluar dari mill, biasanya jumlahnya tidak banyak. Kadang-kadang limbah penggerusan ini ditangani bersama-sama dengan limbah abu, terutama apabila semua limbah ditimbun dan dibuang.
Karakteristik pirit berbeda dengan batubara aslinya yakni mengandung bahan mineral tinggi. Dampak yang utama apabila limbah penggerusan apabila ditimbun tersendiri dan teripisah dari abu batubara adalah kemungkinan pelindihan logam-logam berat dan oksida belerang yang kemudian meresap dan mencemari air tanah.
B. PEMANFAATAN ABU BATUBARA
Pemanfaatan abu merupakan salah satu cara menangani abu hasil pembakaran batubara yang yang jumlahnya sangat besar. Walaupun nilai ekonominya rendah, tetapi setidaknya pemanfaatan ini dapat mengurangi biaya penanganan limbah. Dari ketiga jenis abu batubara yakni abu-terbang, abu-dasar dan abu terak yang reaktif dan mempunyai daya ikat adalah abu terbang (FA) dan abu dasar (BA), sedangkan abu terak tidak reaktif sehingga hanya sesuai untuk pemanfaatan sebagai bahan pengisi untuk keperluan kontruski jalan dan timbunan tanah (landfill). Pasar utama bagi pemanfaatan abu batubara terdiri dari empat kelompok yakni semen, bahan bangunan, teknik sipil dan pertanian. Dalam Tabel 1. dijelaskan penggunaan abu batubara pada masing-masing kelompok aplikasi.
Dua sifat kimia yang paling penting dalam pemanfaatan abu adalah kadar karbon (un-burn carbon) dan komposisi kimianya. Kadar karbon biasanya dianalisis sebagai hilang bakar (loss on ignition). Abu dasar (slag) biasanya mempunyai kadar karbon rendah. Sedangkan kadar karbon dalam abu terbang sangat bervariasi tergantung sistem pembakaran, pengoperasian PLTU, serta ukuran partikel batubara. Kadar karbon naik dengan naiknya ukuran partikel abu.
Komponen utama abu batubara terdiri dari Al2O3, SiO2, Fe2O3, CaO, MgO, Na2O, K2O dan SO3. Kadar masing-masing komponen tersebut tergantung jenis batubara dan sistem penambangannya. Komposisi abu batubara sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan selanjutnya menentukan peruntukan pemanfaatannya. Sebagai contoh, dalam Tabel 2 ditunjukkan persyaratan sifat kimia dan sifat fisik abu batubara untuk digunakan dalam aplikasi kelompok semen dan bangunan.
Tahap pertama dalam pemanfaatan abu batubara adalah melakukan karakterisasi (analisis) secara menyeluruh terhadap sifat kimia, sifat fisik dan mikroskopi agar aplikasi yang optimal dapat diprediksi. Setelah aplikasi yang sesuai ditentukan selanjutnya dilakukan uji coba skala laboratorium. Secara umum, hanya bahan baku yang homogen (komposisi dan ukuran) yang dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu, apabila pemanfaatan abu akan dilakukan ke tahap komersial maka tahapan pertama pemanfaatan abu batubara adalah preparasi meliputi homogenisasi. Apabila dalam aplikasi diperlukan ukuran abu dengan fraksi tertentu maka dilakukan proses klasifikasi ukuran. Abu terak (slag) biasanya dipisahkan dari abu terbang atau abu dasar, terutama apabila aplikasi memerlukan abu yang bersifat reaktif atau bersifat pozolanik. Apabila akan dimanfaatkan, abu terak digerus kemudian diayak sesuai dengan ukuran yang diperlukan.
Tabel 1.
Aplikasi/Pemanfaatan Abu Batubara
Limbahpembangkit listrik dapat berupa abu batubara dan juga limbah penggerusan atau mill reject.
1. Penimbunan Abu
Dampak pembuangan dan penimbunan abu batubara mirip dengan dampak penumpukan batubara yakni bersifat lokal dan berupa partikulat yang mencemari udara dan air lindihan oleh air hujan terhadap tumpukan abu yang dapat mencemari air tanah. Tapi karakteristik partikulat maupun air lindihan abu berbeda dengan yang dihasilkan oleh kegiatan penumpukan batubara.
Pada debu batubara polutannya berupa partikel batubara yang kaya akan karbon, sedangkan partikulat (abu) umumnya mengandung kadar silikon (SiO2) tinggi. Oleh karena itu, dampak kesehatan akibat menghirup partikulat selain gangguan pernapasan juga silikosis. Disamping itu, abu batubara mengandung kadar logam-logam berat yang lebih tinggi dibanding pada batubara asalnya karena terjadinya konsentrasi akibat pembakaran batubara. Logam-logam berat tersebut dapat terlindih (leaching) oleh air hujan dan kemudian meresap ke dalam tanah dan mencemari air tanah.
Untuk mengurangi dampak tersebut karakteristik abu batubara harus sering dipantau. Kemudian dengan menyalirkan resapan air hujan yang melewati atau melindih tumpukan abu ke dalam kolam penampungan dan menjernihkan air sebelum dibuang atau meresap ke dalam tanah. Yang paling aman adalah dengan memanfaatkan abu batubara menjadi produk lain, misalnya untuk bahan baku semen, bahan bangunan, bahan pengisi jalan dll.
2. Penimbunan Limbah Penggerusan
Limbah penggerusan (mill reject) biasanya dikenal dengan nama ”pirit” (bukan mineral pirit FeS2) adalah material yang tidak cocok untuk karakteristik mill sehingga tidal bisa tergerus. Material ini masih berukuran kasar dan umumnya sangat keras (nilai ketergerusan/HGI rendah) dan langsung keluar dari mill, biasanya jumlahnya tidak banyak. Kadang-kadang limbah penggerusan ini ditangani bersama-sama dengan limbah abu, terutama apabila semua limbah ditimbun dan dibuang.
Karakteristik pirit berbeda dengan batubara aslinya yakni mengandung bahan mineral tinggi. Dampak yang utama apabila limbah penggerusan apabila ditimbun tersendiri dan teripisah dari abu batubara adalah kemungkinan pelindihan logam-logam berat dan oksida belerang yang kemudian meresap dan mencemari air tanah.
B. PEMANFAATAN ABU BATUBARA
Pemanfaatan abu merupakan salah satu cara menangani abu hasil pembakaran batubara yang yang jumlahnya sangat besar. Walaupun nilai ekonominya rendah, tetapi setidaknya pemanfaatan ini dapat mengurangi biaya penanganan limbah. Dari ketiga jenis abu batubara yakni abu-terbang, abu-dasar dan abu terak yang reaktif dan mempunyai daya ikat adalah abu terbang (FA) dan abu dasar (BA), sedangkan abu terak tidak reaktif sehingga hanya sesuai untuk pemanfaatan sebagai bahan pengisi untuk keperluan kontruski jalan dan timbunan tanah (landfill). Pasar utama bagi pemanfaatan abu batubara terdiri dari empat kelompok yakni semen, bahan bangunan, teknik sipil dan pertanian. Dalam Tabel 1. dijelaskan penggunaan abu batubara pada masing-masing kelompok aplikasi.
Dua sifat kimia yang paling penting dalam pemanfaatan abu adalah kadar karbon (un-burn carbon) dan komposisi kimianya. Kadar karbon biasanya dianalisis sebagai hilang bakar (loss on ignition). Abu dasar (slag) biasanya mempunyai kadar karbon rendah. Sedangkan kadar karbon dalam abu terbang sangat bervariasi tergantung sistem pembakaran, pengoperasian PLTU, serta ukuran partikel batubara. Kadar karbon naik dengan naiknya ukuran partikel abu.
Komponen utama abu batubara terdiri dari Al2O3, SiO2, Fe2O3, CaO, MgO, Na2O, K2O dan SO3. Kadar masing-masing komponen tersebut tergantung jenis batubara dan sistem penambangannya. Komposisi abu batubara sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan selanjutnya menentukan peruntukan pemanfaatannya. Sebagai contoh, dalam Tabel 2 ditunjukkan persyaratan sifat kimia dan sifat fisik abu batubara untuk digunakan dalam aplikasi kelompok semen dan bangunan.
Tahap pertama dalam pemanfaatan abu batubara adalah melakukan karakterisasi (analisis) secara menyeluruh terhadap sifat kimia, sifat fisik dan mikroskopi agar aplikasi yang optimal dapat diprediksi. Setelah aplikasi yang sesuai ditentukan selanjutnya dilakukan uji coba skala laboratorium. Secara umum, hanya bahan baku yang homogen (komposisi dan ukuran) yang dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu, apabila pemanfaatan abu akan dilakukan ke tahap komersial maka tahapan pertama pemanfaatan abu batubara adalah preparasi meliputi homogenisasi. Apabila dalam aplikasi diperlukan ukuran abu dengan fraksi tertentu maka dilakukan proses klasifikasi ukuran. Abu terak (slag) biasanya dipisahkan dari abu terbang atau abu dasar, terutama apabila aplikasi memerlukan abu yang bersifat reaktif atau bersifat pozolanik. Apabila akan dimanfaatkan, abu terak digerus kemudian diayak sesuai dengan ukuran yang diperlukan.
Tabel 1.
Aplikasi/Pemanfaatan Abu Batubara
Pasar
|
Aplikasi
|
Teknik aplikasi
|
Semen
|
Sbg b.baku
|
Pengganti clay (10-20% dari clay asli
|
Sbg campuran
|
Rasio pencamp. dg semen 5% atau kurang
|
|
Semen fly ash
|
Rasio semen: FA sampai 30%
Kelas A : 5–10%
Kelas B: 10-20%
Kelas C: 20-30%
|
|
Ready-mixed
|
Rasio pencampuran 20-30% dari semen
|
|
Bangunan
|
Agregat
|
Pengganti agregat beton ringan
|
Agregat ringan artifisial
|
Pengganti expansive shale (pencampuran-granulasi-pemanggangan)
|
|
Genteng, bata, keramik
|
Pengganti clay
|
|
Produk beton
|
Blok/batako : semen+agregat+kapur+flyash
|
|
Sipil
|
Pengisi aspal
|
Pengganti bubuk batukapur
|
Material dasar (base material)
|
Pengganti pasir dan gravel untuk dasar, distabilkan dg semen atau kapur
|
|
Penstabil tanah
|
Sebagai bahan pengisi lapisan tanah
|
|
Pertanian
|
Pupuk
|
Pengganti pupuk K dan Mg
|
Kompos
|
Campuran fly ash dg lumpur sampah organic
|
Tabel 2.
Persyaratan abu untuk semen dan bangunan untuk beberapa negara
Persyaratan abu untuk semen dan bangunan untuk beberapa negara
Parameter
|
Australia
|
Jepang
|
Inggris
|
USA
|
|
C
|
F
|
||||
KIMIA
|
|
|
|
|
|
SiO2, % min.
|
|
45
|
|
|
|
SiO2+Al2O3+Fe2O3, % min.
|
|
70
|
|
50
|
70
|
CaO, % maks.
|
|
6
|
|
|
|
MgO, % maks.
|
|
5
|
4
|
5
|
5
|
SO3, % maks.
|
2,5
|
5
|
2,5
|
5
|
5
|
Alkali (sbg. Na2O), % maks.
|
|
|
|
1,5
|
1,5
|
Hilang bakar (LOI), % maks.
|
8
|
10
|
7
|
6
|
12
|
Air, % maks.
|
1,5
|
3
|
0,5
|
3
|
3
|
FISIK
|
|
||||
Kehalusan, + 325 mesh, maks.
|
50
|
|
12,5
|
34
|
34
|
Ekspansi autoclave, % maks
|
|
0,8
|
|
0,8
|
0,8
|
Angka aktifitas Pozolanik
Dg. semen pd 28 hr, % kontrol, min.
Dg. kapur pd. 7 hr, MN/m2 min.
|
|
|
85
|
75
5,5
|
75
5,5
|
Kebutuhan air, % kontrol, maks. |
|
100
|
95
|
105
|
105
|
Pengerutan kering, % maks. |
|
0,15
|
|
0,03
|
0,03
|
Daftar Pustaka
Elliott, M.A., 1981. Chemistry of Coal Utilization. John Wiley & Sons, Inc. New York.
Lowry, H.H., 1963. Chemistry of Coal Utilization. John Wiley & Sons, Inc. New York
Ward, C.R., 1984. Coal Geology and Coal Technology. Blackwell Scientific Publications. Melbourne
Elliott, M.A., 1981. Chemistry of Coal Utilization. John Wiley & Sons, Inc. New York.
Lowry, H.H., 1963. Chemistry of Coal Utilization. John Wiley & Sons, Inc. New York
Ward, C.R., 1984. Coal Geology and Coal Technology. Blackwell Scientific Publications. Melbourne
0 comments:
Post a Comment